![]() |
Megawati via Kreatormerdeka.com |
Apa jadinya kalau suara seorang penyiar radio bisa berubah
jadi kata-kata yang abadi di sebuah buku?
Itulah kisah Megawati (@missismega) — Humas Diskominfo Cilegon, penyiar
radio, penulis 3 buku antologi (Dialog Juli, Monolog Juli, Epilog),
sekaligus penggerak literasi lewat komunitas Sahabat Literasi.
Lewat obrolan di Ruang Kreator Episode #8, Mega
membagikan perjalanan kreatifnya. Cerita ini bukan hanya tentang radio dan
buku, tapi tentang bagaimana suara bisa menggerakkan, dan kata bisa menguatkan.
Jatuh Cinta pada
Dunia Radio
“Suara penyiar radio itu bisa bikin orang jadi candu. Kaya
punya efek magis,” ujar Mega.
Bayangkan, tanpa saling tatap muka, tanpa kenal siapa pendengarnya, hanya
dengan suara, seorang penyiar bisa menghibur, menginspirasi, bahkan menemani
orang lewat obrolan sederhana.
Dari balik mikrofon, Mega belajar bahwa komunikasi bukan
sekadar “ngomong.” Lebih dari itu, komunikasi adalah tentang membuat orang
merasa terhubung. Meski siaran radio terdengar seperti komunikasi satu
arah, feedback itu tetap ada: tawa, haru, penasaran, semua rasa bisa hadir
hanya lewat suara.
Dari Suara ke Kata
Meski dikenal sebagai penyiar, ternyata dunia tulis-menulis
lebih dulu hadir dalam hidupnya. Saat SMP, Mega sudah menulis novel tangan di
buku tulis. Walau akhirnya hilang dipinjam teman, karya itu adalah bibit awal.
Setelah kuliah, ia bekerja sebagai jurnalis sekaligus mulai
siaran radio. Namun perjalanan tak selalu lurus — sempat vakum, jenuh, dan
merasa kehilangan arah. Hingga suatu hari, sebuah postingan tentang kelas
menulis mengembalikannya ke jalur lama: menulis.
“Disitulah aku mulai fokus menulis lagi,” kenangnya. Dari
situlah lahir tiga buku antologi: Dialog Juli, Monolog Juli, dan Epilog.
Dari ketiganya, Dialog Juli menjadi paling berkesan — awal kebangkitan
rasa menulis yang sempat hilang.
Menyiapkan Siaran,
Menulis Buku: Sama-Sama Bercerita
Ternyata ada benang merah antara siaran radio dan menulis
buku. Keduanya butuh alur yang mengalir.
Di radio, setiap segmen harus nyambung, tidak boleh kaku.
Dalam menulis, setiap paragraf juga harus terhubung agar pembaca nyaman
mengikuti cerita.
“Materinya beda, tapi prosesnya sama: sama-sama membangun
cerita yang bisa bikin orang betah,” kata Mega.
Konsistensi di Tengah
Kesibukan
Sebagai humas, penyiar radio, dan juga penulis, bagaimana
menjaga konsistensi?
Mega menyebut dirinya punya “alarm di otak.” Ia menganggap
menulis seperti hutang yang harus dibayar.
Pekerjaan kantor memang kewajiban, tapi menulis adalah
pelarian yang menyenangkan dari rutinitas. “Menulis itu kaya recharge energi,”
ujarnya.
Sahabat Literasi:
Wadah untuk Tumbuh Bersama
Kini, Mega juga aktif di Sahabat Literasi. Baginya,
komunitas adalah cara untuk memperluas jaringan sekaligus mengasah
keterampilan.
Lebih dari itu, komunitas literasi punya peran besar untuk
anak muda. “Komunitas itu bukan cuma tempat belajar nulis, tapi juga memberi
dukungan dan kepercayaan diri untuk terus berkembang,” jelasnya.
Tantangan terbesarnya? Era digital.
Anak muda lebih suka scroll medsos daripada membaca buku.
“Persepsi membaca itu membosankan,” tambah Mega. Solusinya: literasi harus
dikemas lebih kreatif, lewat konten digital, podcast, atau komunitas baca yang
interaktif.
Pesan untuk Generasi
Kreator
Bagi Mega, karya tidak harus sempurna. Yang penting berani
mulai.
“Terus berkarya dengan hati. Jangan tunggu sempurna. Sekecil
apapun karya kalian, itu bisa menguatkan dan menggerakkan banyak orang.”
Bagaimana menemukan “suara” dan “kata” sendiri?
Jawabannya sederhana: jujur dalam berproses. Tidak membandingkan diri dengan
orang lain, percaya diri, dan tetap rendah hati untuk terus belajar.
Dan untuk langkah kecil yang bisa dimulai hari ini?
Mega mengingat pesan suaminya:
“Aku Berkarya maka Aku Ada.”
Coba, berani gagal, lalu coba lagi. Setiap kegagalan bukan akhir, tapi bagian
dari proses belajar—persis seperti Thomas Alva Edison yang gagal berkali-kali
sebelum menemukan cahaya.
Penutup
Kisah Megawati adalah cermin bahwa karya bisa lahir dari
mana saja. Dari balik mikrofon radio hingga lembaran buku, dari siaran satu
arah hingga komunitas yang tumbuh bersama.
Suara jadi cerita. Kata jadi karya.
Dan pada akhirnya, setiap kita bisa menemukan ruang kreatifnya sendiri—asal
berani mencoba.
👉 Tonton obrolan
lengkapnya di Ruang Kreator Episode #8 melalui YouTube: