Tuntutan Rakyat 17+8: Suara Anak Muda untuk Keadilan

 

Suara publik yang harus didengar via Kreatormerdeka.com

Ada satu pertanyaan yang lagi rame di jalanan, timeline, sampai grup WhatsApp: “Indonesia ini sebenarnya merdeka buat siapa?”
Pertanyaan itu nggak muncul tiba-tiba. Ia lahir dari rasa sesak melihat ketidakadilan yang terus berulang: rakyat dipukul ketika bersuara, gaji DPR naik diam-diam, buruh dipaksa kerja tanpa kepastian, dan aparat kadang lupa siapa yang seharusnya mereka lindungi.

Dan dari keresahan itu, lahirlah Tuntutan Rakyat 17+8.
Sebuah daftar suara, bukan sekadar angka. 17 tuntutan jangka pendek (deadline seminggu) dan 8 tuntutan jangka panjang (deadline setahun). Angka ini bukan kebetulan—17+8 = 17 Agustus, simbol kemerdekaan yang lagi-lagi dipertanyakan maknanya.

 

17 Tuntutan Jangka Pendek: Darurat Keadilan

Deadline-nya jelas: 5 September 2025. Isinya bukan hal muluk, tapi yang paling dasar—hak hidup, hak bicara, hak diperlakukan manusiawi.

·         Keadilan untuk korban kekerasan demo. Dari Affan Kurniawan sampai Umar Amarudin, nama mereka jadi saksi bahwa demokrasi kita sedang berdarah. Dibutuhkan tim investigasi independen, bukan sekadar janji kosong.

·         Tarik TNI kembali ke barak. Bukan tugas tentara untuk memukul mahasiswa atau buruh di jalanan. Negara butuh tentara yang menjaga perbatasan, bukan membatasi kebebasan.

·         Bebaskan semua demonstran yang ditahan. Demokrasi bukan kriminal. Menyuarakan aspirasi bukan pelanggaran.

·         Stop kekerasan aparat. Seragam bukan tiket kebal hukum. Yang bersalah harus diadili, secepatnya.

·         Transparansi DPR. Dari gaji, tunjangan, sampai proyek-proyek rahasia—semua harus dibuka. Kalau wakil rakyat beneran wakil rakyat, nggak ada yang perlu ditutupi.

·         Keadilan untuk buruh. Hentikan PHK massal, pastikan upah layak, lindungi pekerja kontrak, dan dengarkan suara serikat buruh.

Intinya, 17 poin ini kayak alarm keras: “Jangan tunggu demokrasi kita mati baru sadar pentingnya hak rakyat.”

 

8 Tuntutan Jangka Panjang: Reformasi Serius

Kalau 17 poin tadi soal darurat, 8 poin ini soal masa depan. Deadline-nya 31 Agustus 2026, satu tahun penuh untuk bener-bener reformasi.

1.   Bersihkan DPR. Audit independen, syarat ketat untuk jadi anggota, dan hapus semua privilege nggak masuk akal.

2.   Reformasi partai politik. Biar nggak lagi jadi sekadar mesin pencetak kekuasaan.

3.   Reformasi pajak. Biar yang kaya beneran bayar lebih, bukan rakyat kecil yang terus disedot.

4.   Sahkan UU Perampasan Aset & perkuat KPK. Jangan kasih ruang buat koruptor leha-leha.

5.   Reformasi Polri. Polisi harus jadi pelindung rakyat, bukan jadi momok menakutkan.

6.   TNI kembali ke barak tanpa pengecualian. Nggak ada lagi alasan proyek sipil dipegang tentara.

7.   Perkuat Komnas HAM & lembaga pengawas independen. Karena negara nggak boleh lagi jadi hakim sekaligus pelaku.

8.   Revisi kebijakan ekonomi & ketenagakerjaan. Dari UU Cipta Kerja sampai proyek strategis nasional yang sering kali justru bikin rakyat tergilas.

 

Suara Kita, Harapan Kita

Kita nggak lagi hidup di zaman di mana rakyat harus diam. Generasi ini—Gen Z, milenial, siapa pun yang masih percaya bahwa Indonesia bisa lebih adil—punya tanggung jawab buat jaga suara tetap lantang.

Tuntutan Rakyat 17+8 bukan cuma daftar. Ia adalah cermin: apakah negara ini berani mendengar warganya, atau terus pura-pura tuli.

Dan buat kita, para kreator, penulis, seniman, aktivis, buruh, mahasiswa—suara ini bukan sekadar protes. Ini ajakan untuk merawat mimpi tentang Indonesia yang adil, di mana kemerdekaan bukan cuma simbol tanggal merah, tapi napas yang kita hirup setiap hari.

Kreator Merdeka percaya bahwa berdaya lewat karya berarti berani bersuara untuk keadilan. Karena kalau kita diam, siapa lagi yang bakal menuliskan sejarah dengan tinta yang jujur?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama