Menulis Cinta dengan Nilai Ala Istiqomatuddiniyah: Refleksi di Balik Novel Mahabbah

 

Iqom bersama Mahabbah via Kreatormerdeka.com

Pernah dengar nama Istiqomatuddiniyah? Unik, ya? Tapi jangan salah, itu bukan nama pena—itu nama asli dari sosok kreator muda yang kini mulai banyak diperbincangkan lewat karya debutnya: novel Mahabbah.

Dari Buku Diary ke Buku Novel

Iqom—begitu biasa ia disapa—ternyata sudah mulai menulis sejak SD. Waktu itu, ia suka bikin lagu-lagu sendiri, nulis biodata, sampai cerita-cerita kecil. Tapi semua terasa lebih serius sejak ia masuk pesantren. Di sana, menulis bukan cuma jadi kegiatan iseng, tapi jadi cara untuk memahami diri sendiri.

“Awalnya nulis karena suka. Tapi titik baliknya waktu aku lagi ada di fase hidup yang berat, dan nulis jadi penyelamat,” ungkapnya. Dari situlah Iqom sadar: menulis bukan cuma hobi, tapi cara untuk sembuh, kuat, dan bersuara.

Kenapa Cinta?

Saat mulai menulis novel, guru literasi di sekolah mengarahkan Iqom untuk menulis tentang cinta. Tapi tentu, Mahabbah bukan sekadar kisah cinta biasa. Iqom justru bertanya pada dirinya, “Apa sih cerita cinta yang bisa beda dan tetap menginspirasi banyak orang?”

Jawabannya: cinta dalam makna yang lebih luas. Mahabbah nggak cuma bicara soal perasaan ke lawan jenis, tapi juga tentang cinta kepada Tuhan, keluarga, dan bahkan cinta yang hadir dalam kehilangan.

Cinta yang Bukan Sekadar Manis

Apa yang bikin Mahabbah berbeda dari novel cinta kebanyakan? Jawaban Iqom simpel tapi dalam: “Karena cinta di Mahabbah bukan cuma soal manis-manis, tapi juga tentang melepaskan karena iman.”

Salah satu momen paling emosional dalam proses menulis adalah saat menggambarkan keputusan tokoh utama untuk merelakan seseorang. “Itu berat banget. Aku juga pernah ngalamin. Jadi waktu nulis, rasanya kayak nulis luka sendiri,” katanya.

Menulis Nilai Tanpa Menggurui

Mahabbah juga sarat dengan nilai-nilai keagamaan, budaya, dan sosial. Tapi jangan takut, kamu nggak bakal merasa digurui. Iqom pandai menyelipkan nilai-nilai itu lewat dialog, konflik tokoh, dan alur cerita yang natural. Menurutnya, menulis adalah cara menyampaikan kebaikan dengan cara yang menyentuh, bukan menggurui.

Tokohnya Fiksi, Tapi Emosinya Nyata

Kalau kamu penasaran apakah tokoh dalam Mahabbah terinspirasi dari kisah nyata—jawabannya tidak. Semua murni fiksi. Tapi emosi yang Iqom masukkan ke dalamnya, datang dari pengalaman pribadi dan pengamatan mendalam tentang kehidupan.

Perempuan, Cinta, dan Suara yang Tajam tapi Lembut

Sebagai penulis perempuan, Iqom punya sudut pandang menarik soal cinta. “Perempuan itu makhluk perasa. Tapi bukan berarti lemah. Kita bisa menulis cinta dengan lembut, tapi juga tajam dan reflektif. Cinta itu bukan cuma soal senang-senang, tapi juga tentang luka, perjuangan, bahkan perlawanan yang sunyi,” katanya.

Representasi Perempuan yang Dalam dan Reflektif

Menurut Iqom, sastra hari ini butuh lebih banyak perempuan yang bisa berpikir, memilih, dan memulihkan diri. Bukan perempuan yang sempurna, tapi yang jujur dan dalam. Dan menulis bisa jadi ruang aman untuk menghadirkan sosok-sosok itu.

Menulis dari Cilegon, Bersuara untuk Dunia

Tinggal di Cilegon, jauh dari hiruk-pikuk industri buku, justru jadi kekuatan tersendiri bagi Iqom. “Dulu aku nggak nyangka bisa nulis novel. Tapi ternyata, dari tempat yang jauh pun kita tetap bisa berkarya. Justru dari daerah, kita bisa kasih perspektif yang segar,” tuturnya. Ia juga aktif di komunitas kepenulisan Bojonegara, tempat ia sempat tinggal selama enam tahun.

Pelajaran dari Mahabbah

Mahabbah bukan sekadar buku bagi Iqom, tapi perjalanan pribadi. “Aku belajar bahwa menulis itu bukan soal pintar atau terkenal, tapi soal jujur dan menghargai diri sendiri. Menulis ngajarin aku mengubah luka jadi cahaya,” katanya. Ia juga belajar bahwa cinta sejati selalu hadir bersama kesabaran dan keikhlasan.

Menjaga Semangat di Tengah Distraksi

Di era serba cepat ini, Iqom punya dua kunci untuk menjaga semangat menulis: niat dan waktu. “Nulis aku niatkan sebagai ibadah. Dan aku usahakan tiap hari nulis, meskipun cuma satu kalimat. Kadang ngobrol bareng teman komunitas atau baca tulisan orang lain bisa bikin semangat balik lagi,” ujarnya.

Doa yang Mengalir dalam Mahabbah

Kalau Mahabbah adalah doa, kepada siapa doa itu ditujukan?

“Aku ingin Mahabbah sampai ke hati siapapun yang sedang berjuang mencintai dan memahami makna cinta dengan benar. Semoga cinta yang kita bawa bisa jadi amal kebaikan di akhirat kelak.”

Pesan untuk Kamu yang Ingin Mulai Menulis

Untuk kamu yang masih ragu-ragu mulai menulis, pesan Iqom simpel tapi mengena:

“Mulailah menulis tanpa menunggu sempurna. Nggak apa-apa tulisan pertama belum bagus, yang penting kamu mulai. Yang penting bukan siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling konsisten. Tulis dari hati, karena tulisan yang jujur akan sampai ke hati juga.”

Dan yang paling penting, katanya, “Nothing is impossible and nothing the late.”


Novel Mahabbah karya Istiqomatuddiniyah via Kreatormerdeka.com

Mau tahu lebih banyak tentang Mahabbah dan bagaimana cinta tertuangkan dari berbagai sudut pandang?

Kamu bisa dapatkan novelnya di TikTok Shop: @Iqomshop

📚 Jangan lewatkan karya penuh makna ini, karena siapa tahu—Mahabbah adalah cerita yang kamu butuhkan sekarang.


📢 Promosiin Karya Kamu Lewat Program RUANG KREATOR!

Kamu juga kreator muda yang punya karya tulis, film pendek, puisi, lagu, atau apapun yang layak disuarakan?
Gabung dan tampil di RUANG KREATOR bareng kreator-kreator inspiratif lainnya seperti Iqom!

📩 Langsung aja DM ke Instagram @kreatormerdeka
Siapa tahu, giliran ceritamu yang menginspirasi Indonesia.

2 Komentar

Lebih baru Lebih lama